Wednesday 30 July 2008

Es duren


Es duren adalah es serut yang berisi cincau, cendol, potongan agar-agar, dll kemudian disiram dengan duren kental yang banyak dan di topping dengan coklat cair... (hmmm sedap). Sepanjang yang saya tau hanya ada di kota Padang, belum terdata jika ada di tempat lainnya di Indonesia

~ o 0 o ~

Paling enak makan es duren di siang hari bolong, dan di hari libur yang panas ini, saat nan sempurna untuk menuntaskan rencana saya. Setelah selesai mengutak-atik internet, saya men-standby-kan komputer dan memanggil anak istri untuk pergi makan es duren. Istri ternyata baru bangun bobok siang dan akhirnya anak saya yang nomor dua juga terbangun. Yang namanya anak kecil baru bangun tidur, pasti tidak langsung bisa segar, melainkan menangis dan bermalas-malasan dulu. Saya melihat keluar, langit yang tadinya cerah panas, berangsur mulai sore. Rencana mo pergi jam 15:00 telah mulai bergeser menjadi jam 15:30... wah, saya berpikir, jam berapa lagi nih mau makan es durennya, udah keburu sore, nggak asyik lagi dong. Akhirnya saya menyuruh mereka cepat semua. Anak kecil yang didesak-desak akhirnya malah menangis dan istri saya akhirnya mulai kesal juga karena diburu-buru.

Acara makan es duren yang seharusnya penuh keceriaan, akhirnya berangkat dengan wajah-wajah kesal. Suasana sudah tidak nyaman lagi. Untung, saya segera 'mengenal' situasi ini, mulai menata perspektif pikiran saya, merenungkan kejadian tadi kembali, apa penyebabnya, berencana menuliskan ke blog saya kejadian ini, dan akhirnya suasana perlahan-lahan bisa cair kembali.

Perspektif apa yang saya manage? Saya mempelajari akar permasalahan. Akar masalahnya yaitu: harapan-harapan saya. Saya terlalu mengharapkan suasana yang sempurna, saya mengharapkan makan es di hari panas yang cerah, saya mengharapkan keluarga berangkat dengan ceria. Kenyataan yang terjadi ialah sebagian harapan saya tersebut ternyata tidak terwujud. Karena harapan yang tidak terealisasi, akhirnya timbullah kekesalan, yang akan menimbulkan efek domino, yakni kekesalan-kekesalan selanjutnya.

Seperti hal-nya semua permasalahan di dunia ini, permasalahan saya pun berakar pada terlalu melekatnya saya pada keinginan saya sendiri. Padahal, kita tau bahwa 'kenyataan yang terjadi' tidak bisa selalu sama dengan keinginan kita. "Konflik antara harapan dan kenyataan yang terjadi" inilah yang kita sebut dengan 'masalah'.

Jadi, bagaimana solusinya? Solusinya, kita harus realistis. Kita tau bahwa, kita tidak bisa mengontrol 'kenyataan yang terjadi', karena 'kenyataan yang terjadi' adalah gabungan dari banyak kondisi, tidaklah mungkin bagi kita untuk mengontrol semua kondisi. Yang dapat kita kontrol sepenuhnya adalah 'harapan' kita, 'keinginan' kita. Kita dapat me-manage pikiran kita agar jangan terlalu melekati keinginan kita. Sesuainya harapan dan kenyataan yang terjadi, maka tidak akan terjadi konflik batin. 

Kembali ke es duren, bagaimana me-manage nya? Ketimbang berpikiran "Aku mesti pergi makan es duren di siang hari nan panas." mending kita men-setting harapan kita sebagai berikut: "Aku pengen makan es duren di siang hari bolong, bisa pergi... ya syukur, nggak bisa... ya nggak apa-apa...

william halim,
Padang, 30 Juli 2008

::

"Oleh diri sendiri..."

Kalimat pada uraian judul diatas yakni:

~Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri seseorang menjadi tercela.
Oleh diri sendiri kejahatan tidak dilakukan,
oleh diri sendiri seseorang menjadi suci.
Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri,
tidak ada seorangpun yg dapat menyucikan orang lain
~

saya kutip dari perkataan seseorang yang dianggap paling bijaksana di bumi ini. Semenjak kecil saya seringkali menggantungkan harapan kepada makhluk adikuasa,  hasil dari imajinasi saya. Ketika mau ujian, saya memohon bimbingannya, ketika pengumuman kelulusan, saya memohon berkatnya agar lulus. Kalau dipikir-pikir, tidakan tersebut sungguh lucu. Apakah makhluk adikuasa akan menentukan lulus atau tidak lulusnya saya? Apakah tindakan saya tersebut benar-benar bermanfaat atau hanya demi kepuasan batin saya saja saat menunggu suatu hasil yang sangat penting? Apakah makhluk adikuasa yang menentukan kelulusan saya ataukah diri saya sendiri, usaha saya sendiri? 

Demikian juga dengan segala kejadian di kehidupan ini. Apakah kita yang sesungguhnya menentukan suatu akibat, ataukah makhluk adikuasa yang menentukan? Jika kita melamar suatu pekerjaan, apakah hasil test dan pengalaman kita serta keputusan perusahaan yang menentukan ataukah makhluk adikuasa yang menentukan? Jika kita terjebak kemacetan ketika terburu-buru ke bandara, apakah itu telah diatur oleh makhluk adikuasa ataukah disebabkan oleh banyak kondisi yg berpadu (saya dan beribu-ribu orang lain telah memutuskan untuk lewat di jalan yang sama pada saat itu)?

Jika hal ini direnungkan dengan baik, kita akan menyadari bahwa segala hal yang terjadi pada kita disebabkan oleh keputusan yang kita ambil sendiri dan gabungan dari banyak kondisi lain di sekitar kita. Tidak beralasan rasanya kita menyalahkan makhluk adikuasa atau siapapun atas suatu kondisi yang menimpa kita.

william halim
Padang, 30 Juli 2008

::

pertama kali...

Hmm...

Hari ini merupakan kali pertama saya mendaftarkan blog milik saya.

Saya belum mempunyai ide apapun terhadap blog ini ke depannya. Tadi saya mengunjungi blog milik Dewi Lestari dan membaca salah satu artikel mengenai perceraiannya dengan Marcell. Saya memberikan tanggapan saya disitu. Pada akhirnya, saya berpikir untuk memiliki sebuah blog juga untuk menuangkan ide-ide dan pemikiran saya. Jika ada tanggapan yang masuk, akan menjadi sebuah renungan yang berharga bagi saya.

Pelajaran yang saya dapatkan hari ini adalah paduan berbagai kondisi yang terjadi disekitar kita, sangat berpotensi memicu reaksi kita yang selanjutnya akan menelurkan berbagai hal, baik hal yang positif maupun hal-hal yang negatif. Oleh sebab itu kita perlu berhati-hati untuk untuk menanggapi berbagai kondisi yang terjadi di sekitar kita tersebut.

william halim,
Padang, 30 Juli 2008

::