Wednesday 31 December 2008

Plastik Majalah (Broken Window)

Ada suat teori, namanya "Teori Broken Windows". Teori ini berprinsip bahwa pecahnya suatu bidang jendela akan mengkondisikan pecahnya bidang2 lainnya dengan lebih mudah dan cepat. 

Dalam keseharian kita, teori ini dapat kita rasakan sendiri kebenarannya. 

Ambil contoh, suatu kebiasaan buruk yg belum pernah kita lakukan. Ketika melakukan kebiasaan tsb untuk PERTAMA KALI nya, kita akan berpikir 1000x, takut dan was-was... namun jika tindakan tsb berhasil kita lakukan, maka untuk melakukan tindakan yg kedua, ketiga dan seterusnya akan jauh lebih mudah. Pada akhirnya tindakan tsb akan menjadi kebiasaan kita.

Semua kebiasaan dimulai dari 'sebuah tindakan pertama'. Ini berlaku untuk 'kebiasaan baik' dan juga 'kebiasaan buruk'. 

Untuk bisa menjadi manusia bersifat baik, kita harus memulainya dengan tindakan2 baik yg kecil dan harus mengurangi tindakan2 tidak baik. Dengan prinsip 'Broken Windows', maka menghindari hal2 kecil yg buruk dan memulai hal2 kecil yg baik, akan berakibat besar nantinya.

Lebih mudah membayangkan teori ini dengan sebuah sampul majalah plastik. Jika kita membeli sebuah majalah atau buku yg sudah diplastikin, membuka plastik ini untuk pertama kalinya amatlah susah, namun jika plastiknya sudah sobek sedikit saja, maka akan sangat mudah untuk menyobek keseluruhan sampul plastik tsb.

Padang, 31 December 2008

::

 

Sunday 24 August 2008

Sunset Policy

Kemarin saya ikut seminar perpajakan yg membahas masalah "Sunset Policy". "Sunset Policy" adalah program pemerintah yang memberikan kesempatan kepada para wajib pajak untuk mendaftarkan harta yang mereka miliki yang belum didaftarkan di SPT tanpa dikenai sanksi dan denda. Program ini akan habis masa berlakunya pada tanggal 31 Desember 2008.

Entah kenapa program yang mirip-mirip "Tax Amnesty" ini diberi nama "Sunset Policy". "Sunset" -yang kita tau- adalah masa-masa peralihan dari siang ke malam, terang ke gelap... apakah mungkin "Sunset Policy" artinya adalah: Matahari sebentar lagi mau terbenam, cepat-cepatlah lapor sekarang. Masa-masa terang (nyaman) akan segera berakhir dan tahun depan akan dimulai masa-masa pembantaian bagi kekayaan yang tidak dilaporkan... Apakah begitu artinya? Tidak tau juga.

Jadi, dari hasil seminar kemarin, yang pembicaranya adalah 2 orang akuntan publik yang paling terkenal di Kota Padang dan para pesertanya sebagian besar adalah para pengusaha, menekankan pada tiga poin:
1. Laporkanlah kekayaan anda yang selama ini belum terdaftar di SPT, misalnya: tanah, deposito, mobil, dsbnya.
2. Lakukan pembetulan SPT beberapa tahun belakang (2006, 2005, 2004) agar kelihatan 'wajar' menunjang kekayaan anda tersebut.
3. Untuk tahun- tahun berikutnya, laporkanlah penghasilan anda agar lebih 'wajar' dibanding laporan tahun-tahun sebelum ini.
4. Bagi yang belum memiliki NPWP, segera daftarkan NPWP baru anda dan ikuti point 1 dan 3 diatas.

Pembicara sangat menganjurkan agar kita-kita segera memanfaatkan kesempatan "Sunset Policy" ini. Meskipun terdapat sedikit perbedaan pendapat apakah "Sunset Policy" ini akan beresiko pada pemeriksaan dan pembayaran atas harta-harta yang dilaporkan tersebut, namun secara global: 'melaporkan' sekarang tetap lebih baik dibanding 'tidak melaporkan' sekarang ini. Kenapa? Karena jika kita tidak melapor sekarang ini, dan tahun depan Dirjen Pajak mengetahui harta-harta kita tersebut, maka akan ditagih pajak pendapatan atas harta tersebut plus denda, bunga dan sanksi (bisa pidana).

Kesempatan "Sunset Policy" ini tidak hanya terbatas pada pengusaha dan 'orang-orang kaya' saja, namun juga bermanfaat bagi para pegawai. Karena, jika tidak melaporkan mempunyai kekayaan dan tahu-tahu si pegawai bisa membeli mobil atau rumah, maka akan terkena sanksi juga. Jadi, segeralah laporkan kekayaan anda sekarang, manfaatkan "Sunset Policy" dan anda bisa tidur nyenyak.

Catatan:
1. "Bisa Tidur Nyenyak" adalah semboyan Dirjen Pajak untuk program Sunset Policy ini :)
2. Bagi agama ketuhanan, "Sunset Policy" bisa berarti semacam 'pengakuan dosa' dan bagi ajaran Buddhism "Sunset Policy" adalah kesempatan berbuat Kamma Baik.

::

Friday 1 August 2008

"Diam dek..."

Beberapa hari yang lalu, anak saya yang tertua Miguelle berkelahi dengan adiknya, Georgia. Pokok permasalahannya ternyata Miguelle telah menyenggol adiknya sehingga terjatuh. Georgia menagis dan tidak mau diam. Saya dan mamanya berusaha mendiamkan, Georgia juga tidak mau diam, malah tangisannya makin keras. Akhirnya saya berkata pada Miguelle, “Migel, bilang ‘diam dek’ ke Georgia, ayo”… Miguelle nggak mau, saya berkata “Apa beratnya sih membilang ‘diam dek’?”. Miguelle menjawab “Yang berat perasaannya”. Akhirnya setelah saya kasih pengertian, Miguelle mau membilang ‘Diam Dek’ ke adiknya, dan ternyata si Georgia langsung diam tangisannya begitu dibilang oleh Miguelle, padahal saya dan mama-nya yang telah berusaha membujuknya beberapa kali, tidak berhasil.

Ada dua pelajaran yagn saya dapatkan dari peristiwa itu.

~ Pertama, Miguelle yang berumur 8 tahun telah mengatakan bahwa yang memberatkannya untuk mengatakan ‘Diam dek’ pada adiknya adalah ‘perasaannya’, dengan kata lain dia mengakui bahwa sebenarnya ‘gengsi’ alias ‘ego’ lah hambatan seseorang untuk mengaku salah kepada orang lain. Saya sesungguhnya bersyukur dia bisa menyadari hal itu, karena untuk mengubah perilaku buruk kita, pertama-tama kita haru dapat menyadari/mengakui-nya terlebih dahulu. Menyadari/mengakui ‘Ego’ sendiri merupakan hal yang tersulit.

~ Kedua, Georgia yang ‘tidak mau diam’ oleh bujukan saya dan mama-nya ternyata bisa diam hanya oleh ‘satu kalimat datar’ dari kakaknya. Kenapa? Kerena selama ini si kakak gengsi-nya agak tinggi, sehingga ketika si kakak membujuk adiknya, itu sudah merupakan peristiwa langka dan luar biasa bagi si adik. Georgia sangat menghargai kerendahan hati yang ditunjukkan kakaknya saat itu.

william halim
Padang, 1 Agustus 2008

::

Wednesday 30 July 2008

Es duren


Es duren adalah es serut yang berisi cincau, cendol, potongan agar-agar, dll kemudian disiram dengan duren kental yang banyak dan di topping dengan coklat cair... (hmmm sedap). Sepanjang yang saya tau hanya ada di kota Padang, belum terdata jika ada di tempat lainnya di Indonesia

~ o 0 o ~

Paling enak makan es duren di siang hari bolong, dan di hari libur yang panas ini, saat nan sempurna untuk menuntaskan rencana saya. Setelah selesai mengutak-atik internet, saya men-standby-kan komputer dan memanggil anak istri untuk pergi makan es duren. Istri ternyata baru bangun bobok siang dan akhirnya anak saya yang nomor dua juga terbangun. Yang namanya anak kecil baru bangun tidur, pasti tidak langsung bisa segar, melainkan menangis dan bermalas-malasan dulu. Saya melihat keluar, langit yang tadinya cerah panas, berangsur mulai sore. Rencana mo pergi jam 15:00 telah mulai bergeser menjadi jam 15:30... wah, saya berpikir, jam berapa lagi nih mau makan es durennya, udah keburu sore, nggak asyik lagi dong. Akhirnya saya menyuruh mereka cepat semua. Anak kecil yang didesak-desak akhirnya malah menangis dan istri saya akhirnya mulai kesal juga karena diburu-buru.

Acara makan es duren yang seharusnya penuh keceriaan, akhirnya berangkat dengan wajah-wajah kesal. Suasana sudah tidak nyaman lagi. Untung, saya segera 'mengenal' situasi ini, mulai menata perspektif pikiran saya, merenungkan kejadian tadi kembali, apa penyebabnya, berencana menuliskan ke blog saya kejadian ini, dan akhirnya suasana perlahan-lahan bisa cair kembali.

Perspektif apa yang saya manage? Saya mempelajari akar permasalahan. Akar masalahnya yaitu: harapan-harapan saya. Saya terlalu mengharapkan suasana yang sempurna, saya mengharapkan makan es di hari panas yang cerah, saya mengharapkan keluarga berangkat dengan ceria. Kenyataan yang terjadi ialah sebagian harapan saya tersebut ternyata tidak terwujud. Karena harapan yang tidak terealisasi, akhirnya timbullah kekesalan, yang akan menimbulkan efek domino, yakni kekesalan-kekesalan selanjutnya.

Seperti hal-nya semua permasalahan di dunia ini, permasalahan saya pun berakar pada terlalu melekatnya saya pada keinginan saya sendiri. Padahal, kita tau bahwa 'kenyataan yang terjadi' tidak bisa selalu sama dengan keinginan kita. "Konflik antara harapan dan kenyataan yang terjadi" inilah yang kita sebut dengan 'masalah'.

Jadi, bagaimana solusinya? Solusinya, kita harus realistis. Kita tau bahwa, kita tidak bisa mengontrol 'kenyataan yang terjadi', karena 'kenyataan yang terjadi' adalah gabungan dari banyak kondisi, tidaklah mungkin bagi kita untuk mengontrol semua kondisi. Yang dapat kita kontrol sepenuhnya adalah 'harapan' kita, 'keinginan' kita. Kita dapat me-manage pikiran kita agar jangan terlalu melekati keinginan kita. Sesuainya harapan dan kenyataan yang terjadi, maka tidak akan terjadi konflik batin. 

Kembali ke es duren, bagaimana me-manage nya? Ketimbang berpikiran "Aku mesti pergi makan es duren di siang hari nan panas." mending kita men-setting harapan kita sebagai berikut: "Aku pengen makan es duren di siang hari bolong, bisa pergi... ya syukur, nggak bisa... ya nggak apa-apa...

william halim,
Padang, 30 Juli 2008

::

"Oleh diri sendiri..."

Kalimat pada uraian judul diatas yakni:

~Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri seseorang menjadi tercela.
Oleh diri sendiri kejahatan tidak dilakukan,
oleh diri sendiri seseorang menjadi suci.
Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri,
tidak ada seorangpun yg dapat menyucikan orang lain
~

saya kutip dari perkataan seseorang yang dianggap paling bijaksana di bumi ini. Semenjak kecil saya seringkali menggantungkan harapan kepada makhluk adikuasa,  hasil dari imajinasi saya. Ketika mau ujian, saya memohon bimbingannya, ketika pengumuman kelulusan, saya memohon berkatnya agar lulus. Kalau dipikir-pikir, tidakan tersebut sungguh lucu. Apakah makhluk adikuasa akan menentukan lulus atau tidak lulusnya saya? Apakah tindakan saya tersebut benar-benar bermanfaat atau hanya demi kepuasan batin saya saja saat menunggu suatu hasil yang sangat penting? Apakah makhluk adikuasa yang menentukan kelulusan saya ataukah diri saya sendiri, usaha saya sendiri? 

Demikian juga dengan segala kejadian di kehidupan ini. Apakah kita yang sesungguhnya menentukan suatu akibat, ataukah makhluk adikuasa yang menentukan? Jika kita melamar suatu pekerjaan, apakah hasil test dan pengalaman kita serta keputusan perusahaan yang menentukan ataukah makhluk adikuasa yang menentukan? Jika kita terjebak kemacetan ketika terburu-buru ke bandara, apakah itu telah diatur oleh makhluk adikuasa ataukah disebabkan oleh banyak kondisi yg berpadu (saya dan beribu-ribu orang lain telah memutuskan untuk lewat di jalan yang sama pada saat itu)?

Jika hal ini direnungkan dengan baik, kita akan menyadari bahwa segala hal yang terjadi pada kita disebabkan oleh keputusan yang kita ambil sendiri dan gabungan dari banyak kondisi lain di sekitar kita. Tidak beralasan rasanya kita menyalahkan makhluk adikuasa atau siapapun atas suatu kondisi yang menimpa kita.

william halim
Padang, 30 Juli 2008

::

pertama kali...

Hmm...

Hari ini merupakan kali pertama saya mendaftarkan blog milik saya.

Saya belum mempunyai ide apapun terhadap blog ini ke depannya. Tadi saya mengunjungi blog milik Dewi Lestari dan membaca salah satu artikel mengenai perceraiannya dengan Marcell. Saya memberikan tanggapan saya disitu. Pada akhirnya, saya berpikir untuk memiliki sebuah blog juga untuk menuangkan ide-ide dan pemikiran saya. Jika ada tanggapan yang masuk, akan menjadi sebuah renungan yang berharga bagi saya.

Pelajaran yang saya dapatkan hari ini adalah paduan berbagai kondisi yang terjadi disekitar kita, sangat berpotensi memicu reaksi kita yang selanjutnya akan menelurkan berbagai hal, baik hal yang positif maupun hal-hal yang negatif. Oleh sebab itu kita perlu berhati-hati untuk untuk menanggapi berbagai kondisi yang terjadi di sekitar kita tersebut.

william halim,
Padang, 30 Juli 2008

::