Friday 1 August 2008

"Diam dek..."

Beberapa hari yang lalu, anak saya yang tertua Miguelle berkelahi dengan adiknya, Georgia. Pokok permasalahannya ternyata Miguelle telah menyenggol adiknya sehingga terjatuh. Georgia menagis dan tidak mau diam. Saya dan mamanya berusaha mendiamkan, Georgia juga tidak mau diam, malah tangisannya makin keras. Akhirnya saya berkata pada Miguelle, “Migel, bilang ‘diam dek’ ke Georgia, ayo”… Miguelle nggak mau, saya berkata “Apa beratnya sih membilang ‘diam dek’?”. Miguelle menjawab “Yang berat perasaannya”. Akhirnya setelah saya kasih pengertian, Miguelle mau membilang ‘Diam Dek’ ke adiknya, dan ternyata si Georgia langsung diam tangisannya begitu dibilang oleh Miguelle, padahal saya dan mama-nya yang telah berusaha membujuknya beberapa kali, tidak berhasil.

Ada dua pelajaran yagn saya dapatkan dari peristiwa itu.

~ Pertama, Miguelle yang berumur 8 tahun telah mengatakan bahwa yang memberatkannya untuk mengatakan ‘Diam dek’ pada adiknya adalah ‘perasaannya’, dengan kata lain dia mengakui bahwa sebenarnya ‘gengsi’ alias ‘ego’ lah hambatan seseorang untuk mengaku salah kepada orang lain. Saya sesungguhnya bersyukur dia bisa menyadari hal itu, karena untuk mengubah perilaku buruk kita, pertama-tama kita haru dapat menyadari/mengakui-nya terlebih dahulu. Menyadari/mengakui ‘Ego’ sendiri merupakan hal yang tersulit.

~ Kedua, Georgia yang ‘tidak mau diam’ oleh bujukan saya dan mama-nya ternyata bisa diam hanya oleh ‘satu kalimat datar’ dari kakaknya. Kenapa? Kerena selama ini si kakak gengsi-nya agak tinggi, sehingga ketika si kakak membujuk adiknya, itu sudah merupakan peristiwa langka dan luar biasa bagi si adik. Georgia sangat menghargai kerendahan hati yang ditunjukkan kakaknya saat itu.

william halim
Padang, 1 Agustus 2008

::

No comments: